KHUTBAH NIKAH ANINDYA PARAMIPUSPA DENGAN GARRY AKBAR
Prof. Ir. Jazi Eko Istiyanto, Ph.D., IPU., ASEAN Eng.
Yogyakarta, 9 Maret 2019
Prof. Ir. Jazi Eko Istiyanto, Ph.D., IPU., ASEAN Eng.
Yogyakarta, 9 Maret 2019
Pernikahan dalam Islam adalah suatu perjanjian yang kuat (“mietsaaqun qhaliedhun”)(4:21). A solemn covenant. Perjanjian yang kuat. Perjanjian formal. Perjanjian suci. Perjanjian mulia. Perjanjian agung. Perjanjian serius. Perjanjian tegas. Perjanjian yang jujur, ikhlas, menuntut komitmen, tanpa syarat, sepenuh hati.
Karena itu, seandainya terjadi perceraianpun, suami tidak berhak mengambil kembali apa yang telah diberikannya kepada isteri. Karena mengambilnya kembali dilukiskan sebagai (“buhtaanan wa itsman mubienan”) (4:20) an injustice and manifest sin, suatu ketidakadilan dan dosa yang terang-terangan.
Isteri sholihah, yang patuh taat kepada suami (dalam ketaatan kepada Allah, bukan dalam kemaksiatan), dan menjaga kehormatan diri, suami, dan keluarganya bahkan ketika suami tidak disampingnya, maka suami tidak boleh mencari-cari kesalahan isteri. Isteri yg seperti itu dilukiskan dengan (“haafidhotun lilghaibi bimaa hafidho Allahu”)(4:34) (Guarding in the absence of her husband what Allah would have guarded).
—-
Isteri adalah pakaian suami. Suami adalah pakaian isteri. “Hunna libaas lakum wa antum libaas lahunna) (2:187). Konteks ayat ini adalah penghalalan hubungan sex di malam hari bulan Ramadhan. Namun juga bermakna bahwa suami adalah penjaga privacy isteri, dan isteri penjaga privacy suami. Apa yang terjadi antara suami isteri adalah private. Suami isteri harus menjaga access permission terhadap data-data interaksi mereka. Problema yg muncul antara suami-isteri harus tetap dijaga private and confidential. Bahkan kedua orangtua mereka tidak perlu dilibatkan dalam penyelesaian problem antar mereka.
Isteri/suami tidak boleh mempublikasikan keburukan suami/isteri. Bahkan seorang isteri tidak boleh menyebut-nyebut kebaikan suami di hadapan teman-teman wanitanya. Suami tidak harus “didaftarkan” di bursa saham.
—-
Menikah itu seperti menginstall software. Sebelum install, bayangan indah akan efisiensi, peningkatan produktivitas, pengembangan customer-base, going global, captive market dsb ada di depan mata. Tetapi begitu install (“qabiltu nikaahaha wa tazwijaha bi mahril madzkur”) satu persatu bug muncul, yang meredupkan bayangan-bayangan indah tersebut hingga gelap total.
Tugas suami-isteri adalah melakukan patching dan debugging sehingga bug dapat dihilangkan atau interoperabilitas ditingkatkan sehingga perbedaan-perbedaan dapat diatasi menggunakan suatu protokol dengan well-defined interfaces. Suami-isteri harus meniru kesabaran dan keistikomahan programmer (atau hacker) dalam menjaga kesehatan software. Tidak boleh menekan tombol “reset”, “reboot”, ataupun “restart”, apalagi ganti motherboard. Usahakan selalu menghindar dari daerah “unsafe”, dan “deadlock”. Usahakan selalu berada di daerah “deadlock-free” zone. Smartphone harus diproteksi tidak hanya dengan password, tetapi dengan two-factor authentication. Silakan beritahu suami/isteri cara login smartphone Anda. Tetapi, sekiranya membaca WA isteri/suami akan mengganggu hubungan suami-isteri, jangan login ke smartphone isteri/suami. Login-lah ke smartphone masing-masing.
Karena itu, seandainya terjadi perceraianpun, suami tidak berhak mengambil kembali apa yang telah diberikannya kepada isteri. Karena mengambilnya kembali dilukiskan sebagai (“buhtaanan wa itsman mubienan”) (4:20) an injustice and manifest sin, suatu ketidakadilan dan dosa yang terang-terangan.
Isteri sholihah, yang patuh taat kepada suami (dalam ketaatan kepada Allah, bukan dalam kemaksiatan), dan menjaga kehormatan diri, suami, dan keluarganya bahkan ketika suami tidak disampingnya, maka suami tidak boleh mencari-cari kesalahan isteri. Isteri yg seperti itu dilukiskan dengan (“haafidhotun lilghaibi bimaa hafidho Allahu”)(4:34) (Guarding in the absence of her husband what Allah would have guarded).
—-
Isteri adalah pakaian suami. Suami adalah pakaian isteri. “Hunna libaas lakum wa antum libaas lahunna) (2:187). Konteks ayat ini adalah penghalalan hubungan sex di malam hari bulan Ramadhan. Namun juga bermakna bahwa suami adalah penjaga privacy isteri, dan isteri penjaga privacy suami. Apa yang terjadi antara suami isteri adalah private. Suami isteri harus menjaga access permission terhadap data-data interaksi mereka. Problema yg muncul antara suami-isteri harus tetap dijaga private and confidential. Bahkan kedua orangtua mereka tidak perlu dilibatkan dalam penyelesaian problem antar mereka.
Isteri/suami tidak boleh mempublikasikan keburukan suami/isteri. Bahkan seorang isteri tidak boleh menyebut-nyebut kebaikan suami di hadapan teman-teman wanitanya. Suami tidak harus “didaftarkan” di bursa saham.
—-
Menikah itu seperti menginstall software. Sebelum install, bayangan indah akan efisiensi, peningkatan produktivitas, pengembangan customer-base, going global, captive market dsb ada di depan mata. Tetapi begitu install (“qabiltu nikaahaha wa tazwijaha bi mahril madzkur”) satu persatu bug muncul, yang meredupkan bayangan-bayangan indah tersebut hingga gelap total.
Tugas suami-isteri adalah melakukan patching dan debugging sehingga bug dapat dihilangkan atau interoperabilitas ditingkatkan sehingga perbedaan-perbedaan dapat diatasi menggunakan suatu protokol dengan well-defined interfaces. Suami-isteri harus meniru kesabaran dan keistikomahan programmer (atau hacker) dalam menjaga kesehatan software. Tidak boleh menekan tombol “reset”, “reboot”, ataupun “restart”, apalagi ganti motherboard. Usahakan selalu menghindar dari daerah “unsafe”, dan “deadlock”. Usahakan selalu berada di daerah “deadlock-free” zone. Smartphone harus diproteksi tidak hanya dengan password, tetapi dengan two-factor authentication. Silakan beritahu suami/isteri cara login smartphone Anda. Tetapi, sekiranya membaca WA isteri/suami akan mengganggu hubungan suami-isteri, jangan login ke smartphone isteri/suami. Login-lah ke smartphone masing-masing.
Suami-isteri memang berbeda, atau bahkan harus berbeda (eg kelamin) tertuang pada (30:22) “ikhtilaafu alsinatikum wa alwaanikum” (berlainan bahasa dan warna kulit) tetapi justru perbedaan itulah yang menjadikan kekuatan keluarga.
Perbedaan-perbedaan tidak perlu dihilangkan, tetapi harus dikelola, dan dicari titik Paretonya, agar menghasilkan output yang dahsyat.
Perbedaan-perbedaan tidak perlu dihilangkan, tetapi harus dikelola, dan dicari titik Paretonya, agar menghasilkan output yang dahsyat.
Dalam Fisika Nuklir, dikenal adanya partikel dan anti-partikel. Sebagai contoh adalah elektron dan positron, atau proton dan anti proton. Ketika partikel dan anti-partikel bertabrakan (berinteraksi) maka mereka “meniadakan diri mereka masing-masing” (annihilation), dan menghasilkan sinar gamma, dengan energi yang dahsyat. Suami-isteri tidak perlu disamakan, tetapi harus bersinergi membentuk “sinar gamma”. Tidak ada lagi Anindya Paramipuspa. Tidak ada lagi Gerry Akbar. Yang ada adalah suatu unit keluarga. Keluarga “sinar gamma”.
Dalam Fisika Kuantum, dikenal istilah quantum entanglement. Dua buah partikel yang berinteraksi dalam close proximity akan mengalami quantum entanglement. Apa yang dirasakan Mbak Puspa, akan dirasakan pula oleh Mas Gerry, dan sebaliknya. Bahkan bila Gerry dan Puspa dipisahkan oleh jarak ribuan Galaxy.
Kita doakan semoga keluarga yang dibentuk oleh Mbak Anindya Paramipuspa dan Mas Gerry Akbar menjadi keluarga sakinah mawaddah rahmah “litaskunuu ilaihaa wa jama’a bainakum mawaddatan wa rahmatan”(30:21).
Andai alm Prof. Dr. Agus Dwiyanto (Kepala Lembaga Administrasi Negara 2012 - 2015) dapat menyaksikan prosesi aqad nikah siang ini, tentu beliau tersenyum bahagia, telah mengantarkan putri pertamanya ke pelaminan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar